Minggu, 25 November 2007

(ceritanya) cerpen

(ceritanya) cerpen
REVOLUSI
Adang Setia

Kuciptakan satu makna tersesalkan ketika diketahui bahwa haru biru perjuangan jadi satu kebingungan bagi sebagian orang. Ini bukan cerita wajar bagi generasi yang berkeinginan memutuskan diri dari tradisi sebelumnya.
Belum lama kupinjam satu kata sedehana namun syarat makna yaitu "Revolusi".
Ya, benar itu kata selanjutnya yang muncul ketika aku berkenalan dengan masa yang membebaskan dari belenggu kegelapan akan satu pengetahuan.
Hari itu kemudian aku betanya kembali padanya. Benar, dia Sutar yang sebelumnya pernah menerangkan sabuah makna dari "Feodalisme".
Bagaimana sebelumnya dengan penuh semangat dia berkata, bahwa tidak ada lagi ketabuan bagi kita untuk melawan setiap bentuk penindasan dari satu nilai kebebasan manusia. Kita manusia merupakan mahkluk yang berkehendak, dan diberikan sebuah pilihan untuk menentukan diri sendiri.
Penjelasan Feodalisme bukan hanya sekedar jadi satu wacana, tetapi harus jadi implementasi gerak, yaitu tindakan
Memang betul itu yang menjadi ingatan dalam benakku kembali, ketika saat aku bertanya padanya, telah mengawali lagi tulisanku.
"Ketika kita berkata tentang feodalisme, dan kita tidak bersepakat dengan hal itu, lalu apa yang harus kita lakukan?. Pertanyaan itu mengawali dalam benakku.
"Aku memang orang yang bodoh sebelumnya, yang telah merelakan diri untuk jadi perpanjangan tangan dari Feodalisme, tetapi apa yang harus kulakukan setelah berkeinginan meninggalkan tradisi tersebut dan tak mau menjadi pewaris dari suatu adat penindas?" Desakku seolah tak yakin bisa keluar dari belenggu tradisi.
Kembali kudengar bahasa dia dalam benakku, begitu menggebu bagaikan sebuah tamparan keras, seakan berusaha menyadarkan orang tak sadar.
"Satu bentuk tradisi kejahatan harus dilawan dengan tradisi kebaikan". Sergah dia mengawali
"Kita tidak boleh hanya berpangku tangan dan diam, karena dengan diam berarti kita telah merelakan satu penindasan itu berlangsung"
"Bagaimana Kita mengenal kisah perjuangan Nabi, yang berusaha menyadakan umatnya. Kehadiran awalnya dia justru dianggap gila oleh jamannya. Tetapi, tidak serentak dia diam dan tak melanjutkan perjuangannya. Walaupun cacian dan makian, bahkan teror dia dapatkan"
"Kita harus membangun satu kekuatan bersama, bersatu padu untuk menggalang kebersamaan. Jangan sampai tradisi gila ini justru lebih dominan dibanding satu nilai keyakinan akan kebenaran yang seharusnya" Seru dia berusaha mengakhiri jawaban dari pertanyaannku
Aku hanya bisa termangu seakan tidak mengerti kembali, bagaimana mungkin satu tradisi kebiasaan baru bisa dimunculkan. Benar, pertanyaan itu yang kemudian seolah meragukan apa yang dia ucapkan.
"Ada satu lagi yang harus kita tuju, sebagai bentuk perlawanan, yaitu kita harus berani melakukan ’Revolusi’". Dia kemudian mengawali uraiannya setelah merenung beberapa menit.
"Apa itu Revolusi? Itu merupakan tindakan yang membutuhkan keberanian dari diri kita. Bagaimana kita dituntut untuk berani memotong satu generasi yang mewariskan tradisi Feodal, kemudian kita gantikan dengan generasi pembaharu. Karena tidak ada cara lain untuk mengawali sebuah perubahan selain dengan melakukan pergantian tradisi jaman gelap yang kita rasakan ini". Tutur dia memberikan gambaran tentang sebetulnya apa yang harus dilakukan.
"Sudah banyak yang kita dengar tentang kata ini, bagaimana Perancis mengawali kebebasannya dengan Revolusi, bagaimana Inggris mengawali perubahannya dengan Revolusi, bahkan kata yang dilontarkan Soekarno sebagai penegak negara ini, kata yang menjadi pembakar untuk melepaskan diri dari penjajahan yaitu Revolisi !!!"
"Tak ada pilihan lain dan kita tidak bisa berkompromi lagi. Karena satu perubahan yang mengakar harus kita bangun. Jangan setengah-setengah apabila kita melakukan satu perubahan. Hal itu merupakan pilihan mati untuk kita melakukan sebuah perubahan".
Aku tidak merasakan itu hanya sekedar satu jargon penyemangat, tetapi itu seolah benih-benih dasar yang dia tanamkan untuk merangsang satu keberanian melakukan perubahan.
Aku memang pernah yakin bahwa setiap orang harus berani Merevolusi dirinya. Dan fase kegelapan orang dalam berpikir memang harus berubah. Tak ada satu tawaran lain selain bagaimana perwujudan kesadaran diri harus dibangun.
Aku tertuntun dihadapannya tentang bagaimana aku tersadar tentang posisi diri ini. Dia memang meletakkan satu keyakinan tentang satu kesadaran kolektif (Bersama). Tetapi pondasi kesadaran awal apa yang harus kubangun untuk melakukan perubahan? Atau apa kesadaran itu sendiri?
Bandung beautifull euy...2005

Tidak ada komentar: